Sesungguhnya, sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk taat dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sepenuh tenaga selama jiwa masih dikandung raga. Namun, sayangnya masih banyak kaum Muslim yang belum memahami hakikat sebenarnya dari beramal secara benar. Akibatnya, amal yang dilakukan menjadi sia-sia dan tidak menggapai tujuan yang diharapkan. Sebabnya bisa jadi kurang ikhlas atau tidak sesuai dengan tuntunan syariat Rasulullah Shalallahu, alaihi wasallam. Dengan kata lain, amal tersebut tidak ihsan.
Ihsanul amal” secara harfiah berarti “amal yang terbaik” atau “kesempurnaan dalam beramal.” Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 97, yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Menurut Fudhail bin Iyadh (Guru besar dari Imam Syafi’i), syarat diterimanya amal adalah dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah ayat 5, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Mereka tidak disuruh, kecuali menyembah Allah dengan ikhlas dalam agama.”
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunan dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim).
Jelaslah, ikhlas karena Allah, berarti amal harus dilakukan dengan niat yang tulus hanya karena Allah, bukan karena ingin dipuji atau mendapat keuntungan duniawi. Sesuai dengan syariat, maknanya amal tersebut harus selaras dengan ajaran Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, baik dalam bentuk maupun caranya.
Tentu kita tak ingin setiap kelelahan dalam beramal malah berakhir sia-sia. Maka penting sekali memperhatikan dua syarat tersebut agar amal kita bernilai ihsan atau diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk ketika kita hendak berinfaq.
Infaq, Salah Satu amal ibadah, yang niatnya harus ikhlas
Infaq merupakan salah satu bentuk amal ibadah dalam Islam yang berarti mengeluarkan sebagian harta atau rezeki untuk kebaikan, baik untuk keperluan orang lain, dakwah, atau hal-hal lain yang diridhai Allah. Dalam melaksanakan infaq, niat menjadi sangat penting, karena amal ini harus dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian, balasan, atau imbalan duniawi.
Niat hanya karena Allah Infaq harus diniatkan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk riya’ (pamer) atau mendapatkan penghormatan dari orang lain. Allah berfirman: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharap keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 8-9)
Allah berfirman: “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, yang berbuat riya’.” (QS. Al-Ma’un: 4-6)
Keikhlasan memberi makna pada amal. Amal kecil yang dilakukan dengan ikhlas lebih dicintai Allah daripada amal besar yang disertai riya’.
Riya’ adalah sifat dalam diri seseorang yang melakukan amal atau ibadah dengan tujuan untuk dilihat, dipuji, atau dihormati oleh orang lain, bukan semata-mata karena Allah. Seorang Muslim harus bersungguh-sungguh menghindari riya’ dalam berinfaq. Mengapa? Karena Riya’ merupakan salah satu bentuk syirik kecil yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam karena dapat menghilangkan pahala amal dan merusak keikhlasan niat seseorang.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu syirik kecil?” Beliau menjawab, “Riya’.” (HR. Ahmad)
“Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharap wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i)
Tips Berinfaq dengan Ikhlas tanpa Riya’
Berikut adalah beberapa tips untuk berinfaq dengan ikhlas agar tidak terjatuh ke dalam sifat riya’:
1. Luruskan niat sebelum berinfaq
Pastikan niat kita murni hanya untuk mengharapkan ridha Allah. Sebelum memberi, tancapkan dalam hati bahwa infaq ini adalah ibadah kepada Allah, bukan untuk mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain.
2. Berinfaq secara diam-diam
Jika memungkinkan, lakukan infaq tanpa diketahui orang lain atau secara sembunyi-sembunyi. Hal tersebut membantu menjaga niat tetap ikhlas.
Allah berfirman: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 271)
3. Latih keikhlasan dengan amal kecil
Mulailah dengan amal kecil secara konsisten. Kebiasaan berinfaq dimulai dari hal sederhana, misalnya seperti berbagi takjil secara rutin kepada satu dua tetangga yang dhuafa, akan melatih hati agar terbiasa ikhlas. Maka, ketika berinfaq untuk amal-amal yang lebih besar, insya Allah keikhlasan lebih mudah tumbuh jika terbiasa rutin berinfaq.
4. Berinfaq secara rutin
Membiasakan diri untuk berinfaq secara rutin, baik dalam jumlah besar maupun kecil, membantu mengurangi rasa pamer karena infaq menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
5. Hindari menanti pujian manusia
Sadari bahwa pujian atau pengakuan dari manusia tidak membawa manfaat apa pun di hadapan Allah. Kita harus senantiasa mengingat bahwa hanya balasan dari Allah yang kekal. Pujian manusia bersifat sementara dan mudah berubah-ubah. Tiada artinya pandangan manusia dibandingkan pandangan dan keridhaan Allah. Bayangkan pula pahala yang akan diperoleh di akhirat dengan infaq yang kita berikan. Ini akan membantu mengalihkan perhatian dari keinginan untuk dipuji di dunia.
6. Meningkatkan rasa takut kepada Allah
Kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui setiap niat hamba-Nya, akan menumbuhkan rasa takut kepada Allah. Keikhlasan terjaga dan insyaAllah dapat menghindari riya’.
7. Latih diri untuk tawadhu’ (rendah hati)
Miliki sikap tawadhu’ dalam setiap amal, yakni tidak merasa bahwa amal yang dilakukan lebih baik dari orang lain. Hindari membanggakan amal di depan orang lain.
8. Banyak berdoa kepada Allah
Mohonlah kepada Allah agar diberikan hati yang ikhlas dan meminta dijauhkan dari sifat riya’. Doa dapat menjadi pelindung terbaik dari godaan riya’. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam mengajarkan doa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari mempersekutukan-Mu dengan sesuatu yang aku ketahui, dan aku memohon ampunan kepada-Mu terhadap apa yang tidak aku ketahui.”
Sungguh tak mudah mengendalikan riya’ dalam setiap amal, termasuk saat berinfaq. Mewujudkan ikhlas, membutuhkan kekuatan iman yang senantiasa di-refresh terus-menerus. Hidup di dunia semata ingin menyenangkan Allah agar mendapatka rahmat, berkah, dan pertolongan-Nya. Perlu latihan, pembiasaan, dan muhasabah diri yang terus-menerus dalam beramal. Semoga kita semua dapat terhindar dari sifat ini. Wallahu’alam bishshawab.